Sabtu, 04 Desember 2010

model pembelajan learning cycle

ABSTRAK


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 4 Palembang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hasil belajar dan aktivitas siswa dalam model pembelajaran learning cycle siswa kelas X SMA Negeri 4 Palembang. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen semu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Tes digunakan untuk melihat hasil belajar siswa. Sedangkan observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa selama di kelas. Hasil analisa data tes dapat disimpulkan bahawa penerapan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa Hal ini terlihat dari standar ketuntasan individual siswa telah mencapai 70%. Sedangkan dari analisa data observasi, menunjukkan aktivitas siswa mengalami peningkatan selama pembelajaran berlangsung. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa yang aktif telah mencapai lebih dari 50%.

Kata kunci: Model Pembelajaran Learning Cycle dan Hasil Belajar


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang mengalami perkembangan adalah kurikulum pendidikan nasional. Penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, kemudian pada tahun 2006 mengalami revisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum.
Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi tetapi sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti praktikum dan kajian ilmiah. Guru dituntut untuk dapat menyampaikan infirmasi yang jelas dan mudah dimengerti sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Tinggi rendahnya hasil belajar siswa dalam belajar fisika tergantung dari cara guru dalam penyampaian materi pembelajaran fisika. Siswa yang memiliki hasil belajar tinggi adalah siswa yang mampu menyelesaikan suatu permasalahan dalam pembelajaran fisika tanpa harus dibantu oleh guru (Bagus, 2009).
Pemilihan lokasi SMA Negeri 4 Palembang sebagai tempat penelitian karena peneliti melaksanakan PPL di sekolah tersebut. Selama pelaksanaan kegiatan PPL, peneliti mengadakan beberapa kali pertemuan tatap muka mengajar siswa kelas X6. Kondisi siswa dalam belajar belum sepenuhnya aktif. Siswa yang duduk di barisan depan saja yang aktif dalam mengembangkan ide pokok bahasan yang dipelajari pada pelajaran fisika, sementara siswa yang lainnya hanya sebagai penonton saja. Hal tersebut tentu saja dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain itu juga, siswa hanya menghapal materi sesuai apa yang ada di dalam buku pelajaran tanpa harus menghubungkan materi fisika tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa kelas X6 SMA Negeri 4 Palembang diperoleh gambaran bahwa siswa menganggap pelajaran fisika sebagai pelajaran yang membosankan, banyak menghapal rumus serta kurang menyentuh kehidupan sehari-hari siswa.
Berdasarkan hasil observasi peneliti saat melaksanan PPL, tingkat keaktifan belajar siswa SMA Negeri 4 Palembang masih sangat rendah dan perlu ditingkatkan. Hal tersebut dapat dirasakan oleh peneliti saat diadakan proses diskusi kelompok. Keaktifan belajar fisika siswa di kelas masih terlihat rendah dan kurang bergairah dalam mengikuti kegiatan diskusi kelompok, hanya ada satu sampai dua kelompok yang terlihat antusias dalam mengikuti pelajaran dari delapan kelompok yang ada. Aktivitas siswa dalam kelompok kurang optimal, terlihat kegiatan kelompok hanya dikerjakan oleh satu anggota. Hal tersebut juga terlihat saat antar kelompok melakukan presentasi hasil diskusi di depan kelas. Hanya ada satu dari empat siswa yang aktif dalam presentasi kelas, sedangkan tiga siswa yang lain hanya mengikut saja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suseno (2007 : 64) menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa akan mempengaruhi hasil belajar. Hal ini juga sama yang ditunjukkan pada kondisi siswa X6, dimana nilai rata-rata siswa kelas X6 SMA Negeri 4 Palembang yang diperoleh saat mid semesteran mencapai nilai 50 dengan Standar Ketuntasan Minimum (SKM) > 65 pada pokok bahasan besaran dan satuan tahun ajaran 2009/2010.
Rendahnya hasil belajar fisika disebabkan oleh penekanan pembelajaran di kelas yang masih menekankan pada pembelajaran metode ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuan yang mereka miliki. Kondisi ini dapat langsung dirasakan oleh peneliti saat mengadakan beberapa kali pertemuan dengan siswa kelas X6 SMA Negeri 4 Palembang. Guru mengidentifikasi faktor penyebabnya adalah pasifnya siswa dan sulitnya guru mengaktifkan siswa terutama bagi siswa yang duduk di belakang. Berdasarkan diskusi lanjutan dengan guru, pasifnya siswa disebabkan karena siswa belum terbiasa belajar aktif seperti bertanya, mengemukakan pendapat, dan menemukan konsep sendiri melalui penyelidikan. Salah satu upaya perbaikan pembelajaran adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Strategi pembelajaran yang sesuai untuk pelajaran fisika antara lain model pembelajaran learning cycle. Selain itu juga, penelitian ini disusun menggunakan kaidah silabus yang sudah tertera pada lampiran. Pada lampiran yang tertera, proses pembelajaran harus mendorong siswa untuk melakukan diskusi kelompok dan demonstrasi untuk membahas materi yang akan dipelajari serta menghubungkan materi tersesbut dalam kehidupan. Standar kompetensi yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya serta konsep dasar kinematika. Pada konsep besaran fisika dan pengukuran akan dibahas mengenai besaran fisika dan alat-alat ukur panjang. Pada konsep dasar kinematika akan dibahas mengenai gerak lurus. Proses pembelajaran dengan materi tersebut akan menggunakan model pembelajaran learning cycle dengan harapan bahwa hasil belajar siswa akan meningkat.
Karplus (dalam Dini, 2008) menyatakan bahwa model learning cycle merupakan rangkaian tahap–tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Rangkaian tahap-tahap kegiatan tersebut antara lain : engagement (pembangkitan minat), explore (penyelidikan), explain (penjelasan), elaborate (elaborasi), dan evaluate (evaluasi).
Tahap engagement (pembangkitan minat) adalah tahap yang menuntut guru untuk membangkitkan minat (curiosity) dan keingintauan siswa tentang topik yang akan dipelajari dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang menimbulkan motivasi. Pada tahap explore (penyelidikan) siswa diajak untuk membuat prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari untuk dibuktikkan melalui praktikum. Pada tahap explain (penjelasan) guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti, dan mengklarifikasi dari penjelasan mereka dalam kegiatan diskusi. Tahap elaborate (elaborasi) adalah tahap dimana siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari dan menerapkan keterampilan tersebut dalam situasi baru yang terkait dengan konsep yang dipelajari. Pada tahap akhir evaluae (evaluasi) dilakukan evaluasi terhadap efektifitas tahapan sebelumnya, pengetahuan, dan penguasaan konsep mereka dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan hasil belajar yang didasarkan dengan pendekatan konstruktivisme yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Hulya Yilma, Pinar Huyulguzel Cavas (dalam Wena, 2009) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penerapan siklus belajar telah berhasil dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode tradisional. Selain itu, terdapat juga perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok mengenai sikap mereka terhadap sains setelah perlakuan. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Tatang (dalam Taufiq dan Ketang, 2009), menyatakan bahwa penerapan model siklus belajar pada konsep getaran dan gelombang menunjukkan model pembelajaran siklus belajar dapat meningkatkan pemahapan konsep siswa.
Model pembelajaran learning cycle merupakan perwujudan dari filosofi konstruktivisme, dimana pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa yang sesuai dengan teori belajar Piaget. Piaget (dalam Bagus, 2009) menyatakan bahwa teori belajar berbasis pada konstruktivisme dimana pada kondisi ini siswa melakukan modifikasi dari struktur yang ada sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa.. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti termotivasi untuk mengadakan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle dalam Pembelajaran Fisika Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Palembang . ”


Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar siswa?
2. Bagaimana aktivitas belajar fisika siswa dalam model pembelajaran learning cycle?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana hasil belajar siswa dalam model pembelajaran learning cycle.
2. Mengetahui bagaimana aktivitas belajar fisika siswa dalam model pembelajaran learning cycle.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru
Memberikan motivasi kepada guru untuk terus melakukan variasi metode pembelajaran yang dapat memperlancar aktivitas belajar siswa.
2. Bagi siswa
Memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam pembelajaran fisika terhadap hasil belajar sehingga dapat memotivasi siswa dalam mengembangkan gagasan, ide dan nalar dalam suatu konsep fisika.
3. Bagi mahasiswa atau peneliti sendiri
Dapat menerapkan teori-teori yang didapatkan dalam perkuliahan serta dapat menambah pengalaman peneliti mengenai pembelajaran di sekolah yang akan sangat berguna bagi peneliti sebagai seorang calon guru.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran Learning Cycle
Model pembelajaran learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Model pembelajaran learning cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study (Wena, 2009 : 170). Model pembelajaran learning cycle terdiri dari lima fase yang saling berhubungan satu sama lain yaitu : enggagement, explore, explain, elaborate, dan evaluate. Karakteristik dari model pembelajaran learning cycle adalah sebagai berikut :
2.1.1 Fase engagement (pembangkitan minat)
Fase engagement (pembangkitan minat) merupakan fase awal dari model pembelajaran learning cycle. Pada fase ini, guru berusaha membangkitkan minat dan keingintauan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang proses faktual yang berhubungan dengan kehidupan sehari–hari (yang berhubungan dengan topik bahasan) sehingga siswa memberikan respon/ jawaban, kemudian jawaban siswa tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru perlu melakukan identifikasi ada tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Guru harus membangun keterkaitan antara pengalaman keseharian siswa dengan topik pembelajaran yang akan dibahas.
2.1.2 Fase explore (ekspolarasi)
Ekspolarasi merupakan fase kedua dalam model pembelajaran learning cycle . Pada fase ekspolarasi dibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 siswa, kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru. Masing-masing kelompok, siswa didorong untuk menguji hipotesis dan membuat hipotesis baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman kelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide–ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Pada fase ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.
2.1.3 Fase explain (penjelasan)
Pada fase ini, guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat atau pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antara siswa dan guru. Guru memberikan definisi dan penjelasan konsep yang dibahas dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai dasar diskusi.
2.1.4 Fase elaborate (elaborasi)
Pada fase elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat belajar secara bermakna karena telah dapat menerapkan/mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru. Jika fase ini dapat dirancang dengan baik oleh guru maka motivasi belajar siswa akan meningkat. Meningkatnya motivasi belajar tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
2.1.5 Fase evaluate (evaluasi)
Pada fase ini, guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 1. Kegiatan Guru dan Siswa Selama Fase Learning Cycle
No Fase learning cycle Kegiatan guru Kegiatan siswa
1. Fase Engagement Membangkitkan minat dan keingintahuan (curiosity) siswa.
Mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari .

Mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan). Menjawab pertanyaan atau memberikan tanggapan terhadap pertanyaan guru.



Mengkaitkan topik yang dibahas dengan pengalaman siswa. Mendorong siswa untuk mengingat pengalaman sehari – harinya dan menunjukkan keterkaitan dengan topik pembelajaran yang sedang dibahas. Berusaha memberikan tanggapan dengan cara menghubungkan pengalaman sehari-hari dengan topik pembelajaran yang akan dibahas.
2. Fase Explore Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil secara mandiri. Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok.

Guru berperan sebagai fasilitator. Melakukan praktikum

Meminta siswa untuk mencatat hasil pengamatan dalam praktikum Mencatat hasil pengamatan dalam praktikum


3. Fase Explain Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat – kalimat sendiri. Mencoba memberi penjelasan terhadap konsep yang ditemukan.

Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa. Menggunakan pengamatan dan mencatat dalam memberi penjelasan
Mendengar secara kritis penjelasan antar siswa . Melakukan pembuktian terhadap konsep yang diajukan.
Memandu diskusi Mendiskusikan.
4. Fase Elaborate Mengajukan beberapa pertanyaan mengenai konsep dalam situasi yang baru. Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan definisi formal dalam menjawab pertanyaan.
5. Fase Evaluate Memberikan soal-soal yang berhubungan dengan konsep yang telah dipelajari selama praktikum. Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya.
(Wena, 2009 : 173)
Skenario secara jelas dari model pembelajaran learning cycle dapat dilihat seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Skenario Model Pembelajaran Learning Cycle

No. Fase learning cycle
Kegiatan guru
Kegiatan siswa

1. Tujuan pembelajaran : mengidentifikasi besaran pokok dan besaran turunan untuk menentukan dimensi dari besaran tersebut.


















Engagement Menggali pengetahuan awal siswa dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan besaran ?
2. Apa yang dimaksud dengan satuan ?
3. Mengapa pengukuran panjang meja dengan jengkal tangan tidak dapat dijadikan sebagai standar pengukuran?





Melakukan demonstrasi “ mengukur panjang meja dengan jengkal tangan”

Meminta siswa untuk membuat hipotesis.
Menjawab pertanyaan,
1. Besaran adalah sesuatu yang dapat diukur serta memiliki nilai dan satuan.
2. Satuan adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran.
Pertanyaan no.3 akan membuat siswa untuk berhipotesis. Ada sebagian siswa menjawab sebagai berikut :
3. Jengkal tangan tidak dapat dijadikan standar pengukuran karena jengkal tangan tidak memiliki nilai dan satuan


Melakukan demonstrasi dengan “mengukur panjang meja menggunakan jengkal tangan”


Membuat hipotesis dari pertanyaan no. 3 setelah melakukan demonstrasi.
2. Tujuan pembelajaran : menuliskan hasil pengukuran dengan menggunakan aturan angka penting.



















Engagement Memberikan pertanyaan yang membangkitkan motivasi :
1. Apa yang dimaksud dengan angka penting ?
2. Sebutkan kriteria suatu angka dapat tergolong sebagai angka penting ?
3. Mengapa angka penting perlu diperhatikan dalam pelaporan hasil pengukuran ?

Meminta siswa untuk melakukan demonstrasi untuk menjawab pertanyaan no.3 “Mengukur panjang buku dengan menggunakan mistar”

Meminta siswa untuk membuat hipotesis.
Menjawab pertanyaan :
1. Angka penting adalah angka yang terdiri dari angka pasti dan angka taksiran.
2. Kriteria suatu angka yang tergolong dari angka penting apabila terdiri dari angka pasti dan angka taksiran.
Pada soal no. 3 siswa terjadi miskonsepsi untuk menjawabnya. Namun sebagian siswa menjawab :
3. Supaya hasil pengukuran terdiri dari angka penting.

Melakukan demonstrasi “ Mengukur panjang buku dengan mistar”





Membuat hipotesis dari demonstrasi tersebut.

Explore Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil.

Meminta siswa untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan seperti yang terdapat pada LKS (terlampir).

Mengamati kerja siswa dalam kelompok. Jika siswa mengalami kesulitan guru (peneliti) melakukan intervensi. Pada saat ini guru (peneliti) hanya sebagai fasilitator. Membagi ke dalam kelompok-kelompok kecil.


Berdiskusi dan menjawab pertanyaan pada LKS.




Menuliskan hasil diskusi dan percobaan.
Explain Meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi.

Meminta siswa untuk memberikan sanggahan atau tanggapan.

Meminta siswa untuk menjawab tanggapan atau sanggahan
Mempresentasikan hasil diskusi ke depan kelas.


Memberikan tanggapan atau sanggahan.


Menjawab tanggapan atau sanggahan secara jelas di depan kelas.
Elaborate Meminta siswa mengerkaan soal –soal latihan seperti yang terdapat pada LKS.
Meminta kepada siswa untuk mengerjakannya di depan kelas. Mengerjakan soal – soal latihan yang terdpat pada LKS.

Mengerjakan soal latihan di depan kelas.
Evaluate Memberikan soal-soal evaluasi di akhir pembelajaran. Mengerjakan soal-soal evaluasi.


2.1.6 Kelebihan model pembelajaran learning cycle.
Kelebihan dari model pembelajaran learning cycle dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran dalam learning cycle berpusat kepada siswa (student-centered).
2. Proses pembelajaran dalam learning cycle lebih mengutamakan pengalaman nyata sehingga pembelajaran yang didapatkan lebih bermakna.
3. Kegiatan belajar dan mengajar dalam learning cycle menuntut siswa untuk memahami bukan menghapal.
4. Model pembelajaran learning cycle dapat menuntut siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi pengetahuan lewat pemecahan masalah dan informasi yang didapatkan.
5. Model pembelajaran learning cycle dapat membuat siswa aktif, kritis, dan kreatif di setiap fase pembelajaran.

2.2 Pembelajaran Fisika
Pembelajaran fisika adalah suatu pembelajaran yang membahas gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Fisika merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan keberadaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umun yang merupakan kumpulan dari observasi dan hasil eksperimen (Bagus, 2009).
Tujuan pembelajaran fisika adalah menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, namun yang lebih penting adalah menyiapkan anak didik untuk (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah, dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah (Dini, 2009).

2.3 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu bukti keberhasilan seseorang dalam mempelajari mata pelajaran di sekolah dinyatakan dalam nilai yang diperoleh dari evaluasi hasil belajar siswa dapat berupa angka, huruf atau kata-kata seperti baik, sedang, atau kurang. Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari proses belajar, karena kualitas hasil belajar dipengaruhi oleh proses belajar itru sendiri. Menurut Saeffulmuttaqin (dalam Dini, 2009) hasil belajar diartikan sebagai perubahan kemampuan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Hasil belajar memberi informasi kemajuan yang telah dicapai dalam belajar. Berbeda dengan pernyataan Marsun dan Martaniah (dalam Dini, 2009) hasil belajar yaitu sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti dengan munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu yang baik. Hal ini berarti bahwa hasil belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian. Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan usaha yang dicapai siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik dalam pembelajaran yang dapat diketahui setelah dilakukan penilaian.

2.4 Jenis – Jenis Aktivitas
Menurut Poerwadarminta (Hidayah, 2005) aktivitas adalah kegiatan. Jadi aktivitas belajar adalah kegiatan-kegiatan siswa yang menunjang keberhasilan belajar. Rousseuau (dalam Hidayah, 2005) memberikan penjelasan kegiatan belajar adalah segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri baik secara rohani maupun teknis. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi.
Paul B. Diedrich (Rohani, 2004 : 9) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, memandang percakapan,diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,menyalin.
5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan,membuat konstruksi, membuat hipotesis, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

2.5 Materi Pengukuran dan Gerak Lurus
Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran materi pokok pengukuran dan gerak lurus adalah mendeskripsikan peran pengukuran dan gerak lurus serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pengukuran dan gerak lurus terdiri dari besaran dan dimensi, aturan penulisan angka penting, alat-alat ukur, ketidakpastian dalam pengukuran, pengoperasian vektor, gerak, gerak lurus beraturan (GLB), dan gerak lurus berubah beraturan (GLBB). Kompetensi dasar tersebut diharapkan siswa dapat menghubungkan dan menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan siswa di masa depan.
Pendekatan model pembelajaran learning cycle sangat tepat digunakan dalam pembelajaran ini karena selain pendekatan konsep dan pendekatan keterampilan proses juga pendekatan ini melibatkan siswa aktif dan mengkaitkan materi pelajaran yang telah dimilikinya dengan kehidupan nyata dengan praktikum. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle yang melibatkan siswa secara aktif diharapkan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.

2.6 Hipotesis
Berdasarkan hasil kajian teoritis di atas maka penelitian ini dapat dihipotesiskan :
Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 4 Palembang.


BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variable, yaitu variable bebas dan variable terikat.
a. Variabel bebas : Model pembelajaran learning cycle.
b. Variabel terikat : Hasil belajar.

3.2 Definisi Operasional Variabel
Agar penelitian ini lebih jelas maka peneliti akan memberikan definisi terhadap variable yang akan diteliti, yaitu :
a. Model pembelajaran learning cycle merupakan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme dimana pemerolehan konsep baru akan berasal dari konsep yang telah mereka miliki sebelumnya.
b. Hasil belajar adalah suatu bukti dari keberhasilan yang diperoleh dari hasil evaluasi siswa dalam bentuk nilai atau huruf.

3.3 Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X2 SMA Negeri 4 Palembang.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 4 Palembang pada semester ganjil tahun pelajaran 2010-2011, yaitu dari tanggal 12 Juli 2010 sampai dengan 7 Agustus 2010.





3.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu (quasi experimental) untuk mengetahui bagaimana hasil belajar siswa dalam penerapan model learning cycle siswa di kelas X2 SMA Negeri 4 Palembang tahun pelajaran 2010/2011. Rancangan desain penelitian yang digunakan adalah pre-test and post-test group, yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja yang dinamakan kelompok eksperimen tanpa ada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Rancangan desain ini adalah :
O1 X O2 (Arikunto, 2006 : 85)
keterangan :
O1 = pre-test
O2 = post-test

3.6 Prosedur Penelitian
Adapun langkah – langkah penelitian yang akan dilakukan :
1. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2. Membuat tahap-tahap yang akan dimasukkan ke dalam model learning cycle.
3. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
4. Guru menjelaskan tahapan pelaksanaan dalam model learning cycle.
5. Guru meminta siswa untuk melaksanakan tahapan tersebut.
6. Membuat lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
7. Melakukan pembelajaran sampai waktu yang telah ditentukan.
8. Guru memberikan tes pada akhir pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar siswa.




3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Data hasil observasi
Observasi yang dilakukan untuk melihat bagaimana aktivitas siswa dalam pelaksanaan model pembelajaran learning cycle. Adapun indikator yang akan diobservasi adalah :
a. Terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar
b. Partisipasi aktif dalam kegiatan percobaan dengan kelompoknya masing-masing.
c. Partisipasi aktif dalam menjelaskan hasil diskusi kelompok
d. Adanya tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas

3.7.2 Data hasil belajar
Untuk memperoleh data hasil belajar, siswa diberikan tes sebelum dan sesudah pembelajaran. Tes yang diberikan kepada siswa adalah tes objektif pilihan ganda pada ranah kognitif yang terdiri dari : mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4).

3.8 Teknik Analisa Tes
3.8.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan – tingkatan kevaliditan dan kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006 : 168). Penelitian ini melakukan uji validitas dengan pendekatan single test formula Spearman-Brown Model Genap Ganjil. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam menentukan antara lain :
1. Menentukan skor dari butir-butir item yang benar
2. Menentukan skor total dari setiap individu yang dites..
3. Mencari (menghitung) koefisien korelasi ”r” product moment dengan menganggap jumlah skor dari tiap item dianggap sebagai variabel X , sedangkan jumlah skor total yang diperoleh dari setiap subjek dianggap sebagai variabel Y, dengan menggunakan rumus :
(Arikunto, 2006 : 170)
keterangan :
rxy = angka indeks korelasi product moment
N = banyaknya subjek
X = skor tiap butir soal
Y = skor total dari tiap subjek
Tabel 3. Interpretasi Validitas Tes
Koefisien Interpretasi
a. 0,800 - 1,00
b. 0,600 - 0,800
c. 0,400 - 0,600
d. 0,200 - 0,400
e. 0,00 - 0,200 sangat tinggi
tinggi
cukup
rendah
sangat rendah
(Arikunto, 2002 : 79)
3.8.2 Reliabilitas
Uji reliabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah instrumen penelitian ini dapat dipercaya atau diandalkan sebagai alat pengumpul data yang sudah baik. Teknik yang diguanakan untuk mencari reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus K-R20 sebagai berikut :
(Arikunto, 2006 : 188)
keterangan :
r11 = reliabelitas tes secara keseluruhan.
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)
pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item
St = standar deviasi dari tes.
Kriteria data berdistribusi reliabel jika r11 > ttabel, pada tarap signifikan 5%
3.8.3 Daya Pembeda
Daya pembeda item tes dapat ditentukan dengan melihat besar kecilnya angka indeks deskriminasi item (D). Klasifikasi daya pembeda soal sebagai berikut :
Tabel 4. Interpretasi Angka Indeks Deskriminasi Tes
Angka deskriminasi item (D) Interpretasi
Kurang dari 0,20
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali, dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik.
0,20 – 0,40 Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang cukup
0,40 – 0,70 Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik.
0,70 – 1,00 Butir soal yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda baik sekali.
(Arikunto, 2003 : 218)
Rumus yang digunakan untuk mencari angka indeks deskriminasi item adalah :
D = PA – PB
dimana,
D = angka indeks deskriminasi item
PA = proporsi tes kelompok atas yang menjawab betul yang menggunakan rumus :
(Arikunto, 2003 : 123)
dimana,
BA = banyak tes kelompok atas yang menjawab betul
JA = banyaknya jumlah tes yang termaksud kelompok atas
PB = proporsi tes kelompok bawah yang menjawab betul
(Arikunto, 2003 :124)
dimana,
BB = banyak tes kelompok atas yang menjawab betul
JB = banyaknya jumlah tes yang termaksud kelompok atas
3.8.4 Taraf Kesukaran
Tabel 5. Interpretasi Tingkat Kesukaran Soal
Koefisien Interpretasi
0,10 – 0,30
0,30 – 0,70
0,70 – 1,00 soal sukar
soal sedang
soal mudah
(Arikunto, 2003 : 128)
(Arikunto, 2003 : 126)
dimana :
P = tingkat kesukaran soal
B = banyaknya siswa yang menjawab benar
JS = jumlah siswa yang mengikuti tes.

3.8.5 Kualitas Pengecoh
Kualitas pengecoh sering disebut dengan istilah distraktor. Istilah menganalisis fungsi distraktor sering juga disebut dengan istilah lain yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Cara yang tepat untuk menentukan suatu distraktor dapat menjalankan fungsinya dengan baik yaitu dengan meyatakan bahwa suatu distraktor telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila distraktor tersebut sekurang-kurangnya sudah dipilih oleh 5% dari seluruh peserta tes. Rumus untuk menentukan besarnya nilai distraktor adalah sebagai berikut :
(Arikunto, 2003 : 150)
3.9 Teknik Analis Data
3.9.1 Analisa data observasi
(Arikunto, 2003 : 246)


3.9.2 Analisa data hasil belajar
Teknik yang digunakan untuk analisis data hasil tes menggunakan uji statistik yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran learning cycle. Namun, sebelum menentukan uji statistik yang digunakan terlebih dahulu harus mengetahui data yang dianalisis berdistribusi normal. Uji normalitas dipakai untuk mengetahui apakah hasil tes yang diperoleh pada satu kelas sampel memiliki sebaran yang normal.Uji t digunakan untuk mengetahui kefektifitas penerapan model pembelajaran learning cycle dalam pelajaran fisika terhadap hasil belajar siswa. Adapun rumus yang dipakai dalam uji tersebut adalah uji chi-kuadrat :
(Arikunto, 2006 : 290)
Data tersebut normal jika, 2hitung < 2 tabel pada taraf sigifikansi 5%
keterangan :
2 = nilai chi-kuadrat
f0 = frekuensi yang diperoleh
fh = frekuensi yang diharapkan

(Arikunto, 2006 : 86)
keterangan:
Md = mean dari deviasi (d) antara post-test dan pre-test
Xd = perbedaan deviasi dengan mean deviasi
N = banyaknya subjek
db = N-1
Kriteria penolakan hipotesis Ho jika thitung > ttabel, dengan db = N-1 pada tarap signifikan 1%.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Instrumen Tes Penelitian
Data instrumen tes penelitian dilaksanakan pada hari senin tanggal 12 Juli 2010. Data instrumen tes tersebut diberikan kepada siswa kelas XI IA2 SMA Negeri 4 Palembang yang berjumlah 40 siswa. Soal-soal tersebut berjumlah 20 butir dalam bentuk pilihan ganda yang dikerjakan selama 90 menit. Setelah hasilnya didiperoleh, kemudian data instrumen tes tersebut dianalisa untuk mengetahui validitas, reliabelitas, daya pembeda, taraf kesukaran, dan kualitas pengecoh. Deskripsi hasil data instrumen tes penelitian tersebut tertera seperti pada tabel di bawah ini dan selengkapnya disajikan pada lampiran I-VII halaman 41-59:
Tabel 6. Hasil Analisa Instrumen Tes Penelitian
No. Soal Validitas Daya Pembeda Taraf Kesukaran Kualitas Pengecoh
A B C D E
1 valid negatif sedang - baik baik baik baik
2 valid sedang (cukup) sedang baik baik baik baik -
3 valid sedang (cukup) sedang baik baik baik - baik
4 valid sedang (cukup) sedang baik baik - baik baik
5 valid baik sedang baik - baik baik baik
6 valid sedang (cukup) sedang baik - baik baik baik
7 tidak valid sedang (cukup) terlalu sukar baik baik baik - baik
8 valid sedang (cukup) sedang baik baik baik baik -
9 valid baik sedang - baik baik baik baik
10 tidak valid negatif sedang baik baik - baik baik
11 tidak valid baik terlalu sukar baik - baik baik baik
12 tidak valid sedang (cukup) sedang - baik baik baik baik
13 valid sedang (cukup) sedang baik baik baik - baik
14 valid sedang (cukup) sedang baik tidak baik baik - baik
15 valid jelek sedang baik - baik baik baik
16 valid sedang (cukup) terlalu sukar baik baik - baik baik
17 valid negatif terlalu sukar - baik baik baik baik
18 valid sedang (cukup) sedang baik baik - baik baik
19 valid sedang (cukup) sedang baik baik baik - baik
20 tidak valid negatif terlalu sukar - baik baik baik baik

Uji reliabilitas r11 rtabel
0,514 0,444

Instrumen tes penelitian diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa kelas XI IA2 SMA N 4 Palembang yang telah mempelajari materi pengukuran dan gerak lurus. Hasil yang telah didapatkan disajikan seperti pada tabel di atas. Hasil analisa yang pertama dari instrumen tes tersebut yaitu validitas soal-soal yang terdiri dari 20 butir dalam bentuk pilihan ganda seperti yang tertera pada tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa terdapat 5 butir soal yang tidak valid yaitu : soal nomor 7, 10, 11, 12, dan 20. Soal – soal tersebut berindikator analisa dimensional dalam pemecahan masalah fisika (nomor 7), menerapkan aturan penulisan angka penting dalam perhitungan (nomor 10,11), membaca hasil pengukuran (nomor 12), dan menghitung kesalahan sistematik dalam pengukuran (nomor 20). Hal ini menunjukkan bahwa soal-soal yang berindikator tersebut memiliki tingkat validitas yang rendah sehingga tidak mampu mengukur variabel yang diinginkan.





Analisa instrumen tes reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen penelitian tersebut bersifat reliabel karena rhitung yang diperoleh 0,514 sedangkan rtabel didapatkan 0,444 (rhitung>rtabel) dengan taraf signifikan 5%. Ini menunjukkan bahwa data instrumen tersebut dapat dipercayai sebagai alat pengumpul data dalam penelitian. Analisa instrumen tes pada kualitas daya pembeda menunjukkan bahwa ada 3 butir soal yang memiliki kriteria daya pembeda yang baik, 12 butir soal yang memiliki kriteria cukup (sedang), 1 butir soal (nomor 15) dengan kriteria jelek, dan 4 butir soal (nomor 1, 10, 17, 20) yang memiliki kriteria negatif. Butir soal yang memiliki kriteria negatif menunjukkan bahwa jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah lebih besar dari pada jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas. Hal ini berarti siswa yang berkemampuan rendah dapat menjawab dengan benar butir soal tersebut.
Hasil analisa instrumen tes pada taraf kesukaran menunjukkan bahwa instrumen tes tersebut terdapat 15 butir soal memiliki kriteria sedang dengan rentang nilai 0,7-0,325 dan 5 butir soal (nomor 7, 11, 16, 17, 20) memiliki kriteria terlalu sukar dengan nilai dibawah 0,26. Butir soal yang memiliki kriteria terlalu sukar memiliki arti bahwa jumlah siswa yang menjawab benar sangat sedikit. Pada hasil analisa kualitas pengecoh dari instrumen tes tersebut menunjukkan bahwa kualitas pengecoh dari setiap alternatif sudah berjalan dengan baik. Setiap dari alternatif pilihan soal memenuhi kriteria > 5%. Semuanya telah berjalan dengan baik walaupun pada soal nomor 14 dengan alternatif pilihan B memiliki kriteria tidak baik karena hanya mencapai 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya terdapat beberapa siswa yang menjawab alternatif pilihan B pada soal nomor 14.
Berdasarkan hasil analisa instrumen tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat 15 butir soal dari instrumen tes yang akan digunakan dalam penelitian karena telah memenuhi syarat yang baik. Soal-soal instrumen tes tersebut akan diberikan kepada siswa kelas X2 SMA N 4 Palembang yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian dengan penerapan model pembelajaran learning cycle.
4.2 Deskripsi Data Hasil Belajar
Data hasil belajar diperoleh dari 40 siswa kelas X2 SMA Negeri 4 Palembang. Sebelum dimulai proses KBM dengan model pembelajaran learning cycle, siswa kelas X2 SMA Negeri 4 Palembang diberikan soal pre-test. Soal-soal tersebut bertujuan untuk melihat kemampuan awal siswa. Setelah semua materi telah diajarkan dengan model pembelajaran learning cycle dalam delapan kali pertemuan, semua siswa kelas X2 SMA Negeri 4 Palembang diberikan soal-soal post-test yang sama seperti soal-soal pada pre-test. Deskripsi data perbandingan pre-test dan post-test dapat dilihat pada tabel 7 dan disajikan dengan lengkap pada lampiran IX halaman 67.

Tabel 7. Perbandingan Pre-Test dan Post-Test Siswa
Kelompok Nilai Tertinggi Nilai Terendah Nilai
Rata-Rata
Pre-Test 54 20 35,62
Post-Test 87 47 69,05


Gambar 1. Diagram Perbandingan Nilai Pre-Test dan Post-Test

Sebelum dilakukan uji hipotesis untuk melihat pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah diberi perlakuan model pembelajaran learning cycle . Terlebih dahulu data pre-test dan post-test dilakukan uji normalitas untuk mengetahui normal atau tidak data tersebut. Hasil analisa uji normalitas kedua data tersebut dapat dilihat pada table 8 dan selengkapnya disajikan pada lampiran X halaman 66.

Tabel 8. Uji Normalitas Pre-Test dan Post-Test
Kelompok 2hitung 2tabel Kesimpulan
Pre-Test 8,74 11,07 Normal
Post-Test 9,28 11,07 Normal

Setelah data tersebut diketahui normal maka data pre-test dan post-test dapat dihitung dengan uji t . Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran learning cycle. Hasil analisis uji t data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 9 dan selengkapnya pada lampiran XI halaman 64.

Tabel 9. Uji t Hasil Belajar Siswa
thitung ttabel Kesimpulan

12,6
2,70 Perbedaan yang signifikan antara pre-test dan post-test


Pada fase evaluate (evaluasi) dalam model pembelajaran learning cycle, peneliti memberikan beberapa soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari selama KBM berlangsung di setiap kali pertemuan. Tujuan dari fase ini adalah mengetahui peningkatan hasil belajar dalam penerapan model pembelajaran learning cycle. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dari ketuntasan individual siswa setiap pertemuan. Siswa dapat dikatakan apabila ia mendapatkan nilai > 65. Selain itu, peneliti juga membandingkan nilai SKM SMA Negeri 4 Palembang, yaitu > 65. Deskripsi ketuntasan individual siswa yang diperoleh pada fase tersebut dapat dilihat pada tabel 10 dan selengkapnya pada lampiran XII halaman 68 .
Tabel 10. Deskripsi Ketuntasan Individual Siswa
No.
Materi % Ketercapaian
Tuntas Tidak Tuntas
1. Besaran dan dimensi 30 70
2. Penulisan angka penting 37,5 62,5
3. Alat-alat ukur 40 60
4. Ketidakpastian pengukuran 45 55
5. Analisa vektor 52,5 47,5
6. Gerak 60 40
7. Gerak Lurus Beraturan (GLB) 65 35
8. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) 67,5 32,5
9. Post-Test 70 30


Gambar 2. Diagram Ketuntasan Individual Siswa

4.3 Deskripsi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Penelitian dimulai dari tanggal 12 Juli sampai 7 Agustus 2010 di kelas X2 SMA Negeri 4 Palembang. Penelitian ini dilaksanakan selama sepuluh kali pertemuan. Pertemuan pertama diberikan soal pre-test dan pertemuan kesepuluh diberikan soal post-test, sedangkan kedelapan pertemuan berikutnya peneliti menerapkan model pembelajaran learning cycle yang terdiri dari delapan buah RPP. Setiap pertemuan semua kegiatan aktivitas siswa selama proses KBM dengan model pembelajaran learning cycle diamati melalui lembar observasi seperti yang tertera pada lampiran VIII halaman 59-61. Pada pertemuan tersebut peneliti melaksanakan KBM sesuai dengan RPP yang telah disiapkan pada lampiran. Peneliti akan melaksanakan proses KBM dengan model pembelajaran learning cycle yang terdiri dari lima fase yaitu : fase engagement (pembangkitan minat), fase explore (mengeksplor), fase explain(menjelaskan), fase elaborate (elaborasi), dan fase evaluate (evaluasi). Deskripsi aktivitas siswa selama proses KBM dengan model learning cycle dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 11. Deskripsi Aktivitas Siswa Model Pembelajaran Learning Cycle

Fase Learning Cycle % Pertemuan Ke-
I II III IV V VI VII VIII
Fase engagement 11,8 16 25,25 43 53 46,75 46,75 50,5
Fase explore 29,25 36 40,5 48 52,5 53 59,25 61,75
Fase explain 3,33 8,33 13,33 14,83 19,33 17,33 18,83 22,5
Fase elaborate 6,25 5,83 9,16 18,5 21,25 20 18,75 27,25
Fase evaluate 25 30 37 40 50 67,5 85 90


Gambar 3. Diagram Deskripsi Aktivitas Siswa





4.3 Pembahasan
Sebelum peneliti menerapkan model pembelajaran learning cycle, peneliti terlebih dahulu memberikan soal-soal yang terdapat pada instrumen tes yang berjumlah 15 butir. Soal-soal yang diberikan kepada siswa sebelum dikenai model pembelajaran learning cycle disebut pre-test dan sesudah dikenai model pembelajaran learning cycle disebut post-test. Hasil perbandingan nilai yang diperoleh pada pre-test dan post-test disajikan lengkap pada tabel 7. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa pada pre-test hanya mencapai 35,6 sedangkan nilai rata-rata pada post-test mencapai 69,05. Nilai terendah dan tertinggi pada pre-test berturut-turut adalah 20 dan 54. Nilai terendah dan tertinggi pada post-test berturut-turut adalah 47 dan 87. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa dari pre-test ke post-test. Nilai rata-rata siswa pada post-test mencapai 69,05 telah dapat dikatakan tuntas, dimana Standar Ketuntasan Minimum (SKM) adalah > 65.
Berdasarkan hasil analisa uji normalitas data pada pre-test dan post-test seperti pada tabel 8 menunjukkan bahwa kedua data tersebut berada pada keadaan normal. Pada saat pre-test 2hitung lebih besar dari pada 2tabel (2hitung = 8,74 dan 2tabel = 11,07), sedangkan pada saat post-test 2hitung lebih besar dari pada 2tabel (2hitung = 9,28 dan 2tabel = 11,07) pada taraf signifikan 5%. Setelah kedua data tersebut berada dalam keadaan normal, analisa untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran learning cycle ialah dengan melakukan uji t. Berdasarkan hasil analisa pada tabel 9 menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari pada ttabel (thitung = 12,6 dan ttabel = 2,70). Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan model pembelajaran learning cycle sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh pengaruh penerapan model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar siswa.

Selain itu, penerapan model pembelajaran learning cycle mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar juga dapat dilihat dari ketuntasan yang diperoleh dari fase evaluate maupun pada post-test. Pada tabel 10 dan gambar 2 menunjukkan bahwa persentase ketuntasan yang didapatkan pada setiap materi terus meningkat setiap KBM berlangsung. Siswa yang dikatakan tuntas apabila nilai yang didapatkan lebih dari sama dengan 65 atau telah memenuhi Standar Ketuntasan Minimum (SKM). Pada pertemuan pertama dengan materi besaran dan dimensi persentase ketuntasan yang dicapai hanya sebesar 30% sedangkan yang tidak tuntas 70%. Ini menunjukkan bahwa belum sebagian dari jumlah siswa yang mencapai nilai SKM yaitu > 65. Pada pertemuan pertama dengan materi besaran dan dimensi siswa hanya melakukan diskusi kelompok masing-masing. Kegiatan diskusi kelompok tersebut ternyata tidak dapat membuat siswa sepenuhnya aktif. Siswa yang benar–benar rajin dan termotivasi saja yang mengerjakan tugas kelompok tersebut. Sebagian siswa lainnya hanya sebagai pendengar dan penonton dalam diskusi tersebut.
Pada pertemuan kedua dengan materi aturan penulisan angka penting, persentase ketuntasan siswa sebesar 37,5% sedangkan yang tidak tuntas sebesar 62,5%. Ketuntasan siswa pada pertemuan kedua ini lebih besar dibandingkan pada pertemuan pertama. Pada pertemuan kedua, siswa melakukan diskusi kelompok untuk melakukan percobaan dengan mengukur panjang, lebar, dan tinggi balok yang menggunakan mistar berskala cm dan mm. Semua siswa bekerja sama dengan kelompoknya masing-masing. Namun, siswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan pengoperasian suatu bilangan dengan menggunakan angka penting karena siswa tidak memahami aturan penulisan angka penting. Oleh karena itu, hendaknya sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai siswa diperintahkan terlebih dahulu belajar mandiri di rumah.


Pada materi alat-alat ukur ketuntasan siswa mencapai 40%. Nilai yang dicapai pada pertemuan ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan pada pertemuan sebelumnya. Siswa pada pertemuan ini juga melakukan percobaan dengan menggunakan alat-alat ukur panjang seperti : mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Namun, Siswa mengalami kekeliruan dalam membaca skala nonius dan skala utama yang terdapat pada jangka sorong dan mikrometer sekrup. Guru (peneliti) merasa kesulitan dalam menjelaskan hasil pengukuran dengan jangka sorong dan mikrometer sekrup. Hal ini disebabkan karena siswa tidak melakukan kaliberasi alat dan sudut pandang mata pengamat (siswa) dalam membaca skala nonius dan utama dalam pengukuran tidak berada pada posisi yang lurus. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengukuran hendaknya guru (peneliti) menjelaskan terlebih dahulu cara-cara mengukur yang benar dan tepat kepada siswa.
Pada materi ketidakpastian pengukuran ketuntasan individual siswa mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan pada pertemuan sebelumnya. Ketuntasan individual siswa pada materi ini sebesar 45%. Materi ketidakpastian pengukuran siswa diminta mengukur panjang kubus dengan mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup untuk beberapa kali percobaan. Hasil pengamatan yang didapatkan dianalisa dengan menggunakan rumus ketidakpastian pada pengukuran berulang. Materi ini merupakan lanjutan dari materi penulisan angka penting dan alat-alat ukur panjang sehingga siswa sehingga sebagian siswa sudah memahami materi tersebut.
Pertemuan kelima dengan materi analisa vektor persentase ketuntasan siswa yang dicapai sebesar 52,5% sedangkan yang tidak tuntas sebesar 47,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pada materi analisa vektor persentase ketuntasan siswa sudah mencapai lebih dari sebagian jumlah siswa. Siswa sangat memahami materi pada analisa vektor. Saat guru (peneliti) mengajar tidak mengalami kesulitan. Siswa tampaknya sudah belajar secara mandiri karena berdasarkan hasil pengamatan observasi banyak siswa yang berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok masing-masing. Mereka sangat termotivasi dalam kegitan diskusi kelompok maupun dalam memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap kelompok diskusi yang mempresentasikan hasil kerja mereka. Materi yang terdapat dalam vektor sangat sederhana karena siswa dituntut untuk menentukan besarnya resultan yang terdiri dari beberapa vektor dengan sudut yang terbentuk dari vektor tersebut.
Persentase ketuntasan ini terus meningkat setiap pertemuan. Pada materi gerak, Gerak Lurus Beraturan (GLB), Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) persentase ketuntasan siswa yang dicapai berturut-turut sebesar 60%, 65%, dan 67,5%. Hal ini disebabkan karena dalam model pembelajaran learning cycle siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang mereka miliki. Selain itu juga, model pembelajaran learning cycle terdiri beberapa fase yang dalam fasenya menuntut siswa untuk aktif dalam diskusi kelompoknya masing-masing. Materi yang digunakan merupakan materi yang dapat dipraktikumkan sehingga siswa mengkonstruksikan pengetahuan yang mereka miliki dengan serangkaian percobaan yang dilakukan. Pada saat post-test persentase ketuntasan siswa mencapai 70% dan yang tidak tuntas 30%. Ini artinya bahwa pada saat post-test sudah 70% dari jumlah siswa yang nilainya di atas atau sama dengan 65, sedangkan 30% siswa belum mencapai nilai 65.
Model pembelajaran learning cycle adalah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dimana pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang mereka miliki. Individu dituntut untuk menghubungkan konsep yang telah mereka miliki untuk mendapatkan konsep baru. Hal ini dapat telihat pada fase engagement (pembangkitan minat) dimana mereka dituntut untuk menjawab pertayaan pertanyaan melalui demonstrasi dan membuat hipotesis dengan konsep yang telah mereka miliki sebelumnya untuk mendapatkan konsep yang baru. Hasil dari hipotesis yang mereka dapat akan mereka selidiki dalam fase explore (penyelidikan) melalui praktikum. Model pembelajaran ini terdiri dari lima fase yaitu fase enggagement (pembangkitan minat), fase explore (eksplorasi), fase explain (penjelasan), fase elaborate (elaborasi), dan fase evaluate (evaluasi). Fase enggagement (pembangkitan minat) merupakan tahap yang menuntut guru untuk membangkitkan minat (curiosity) dan keingintauan siswa tentang topik yang akan dipelajari dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang menimbulkan motivasi. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menjawab pertanyaan dan membuat hipotesis.
Fase explore (penyelidikan) adalah fase dimana siswa diajak untuk membuat prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari untuk dibuktikkan melalui praktikum. Pada tahap ini siswa akan membentuk kelompok kecil untuk berdiskusi dan mengeluarkan ide pokok pendapat masing-masing. Fase tahap explain (penjelasan) merupakan fase yang mengharuskan guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti, dan mengklarifikasi dari penjelasan mereka dalam kegiatan diskusi. Pada fase ini siswa akan mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka ke depan kelas sedangkan kelompok yang lain memberi tanggapan atau sanggahan. Fase elaborate (elaborasi) adalah fase dimana siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari dan menerapkan keterampilan tersebut dalam situasi baru yang terkait dengan konsep yang dipelajari. Pada fase ini siswa dituntut untuk mengerjakan soal-soal latihan dan kemudian menuliskan hasilnya di depan kelas. Pada tahap akhir evaluae (evaluasi) dilakukan evaluasi terhadap efektifitas tahapan sebelumnya, pengetahuan, dan penguasaan konsep mereka dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Selama KBM berlangsung semua aktivitas siswa diamati oleh observer. Aktivitas siswa yang diamati dalam penelitian ini antara lain : aktivitas siswa pada fase engagement, explore, explain, elaborate, dan evaluate. Berdasarkan hasil deskripsi aktivitas siswa pada tabel 11 menunjukkan bahwa aktivitas siswa mengalami peningkatan setiap pertemuan.


Aktivitas siswa yang diamati pada fase engagement antara lain : melakukan demonstrasi (motor activities), menjawab pertanyaan (oral activities), dan membuat hipotesis (mental activities) Pada fase engagement aktivitas siswa pertemuan pertama mencapai 11,8%. Aktivitas ini terus mengalami peningkatan sampai pada pertemuan kelima yaitu, mencapai 53%. Pada pertemuan keenam dengan materi gerak aktivitas siswa pada fase engagement mengalami penurunan yaitu sebesar 46,75%. Hal ini disebabkan karena siswa memasuki materi yang baru sehingga siswa belum memahami materi tersebut. Selain itu juga, hal ini disebabkan karena pada pertemuan kesatu hingga kelima materi-materi tersebut masih berhubungan satu sama lain sehingga pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah mereka miliki sebelumnya. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk belajar mandiri dirumah terlebih dahulu sehingga saat memasuki materi yang baru siswa telah memiliki beberapa konsep sebelumnya. Pada pertemuan selanjutnya terus meningkat hingga kedelapan aktivitas siswa mencapai 50,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pertemuan keenam hingga kedelapan materinya masih berhubungan satu sama lain sehingga siswa menghubungkan materi yang mereka miliki dengan materi yang telah mereka miliki sebelumnya. Oleh karena itu, aktivitas siswa untuk menjawab pertanyaan (oral activities) melalui demonstrasi (motor activities) yang dilakukan dan membuat hipotesis (mental activities) terus meningkat setiap pertemuan karena mereka dapat memahami materi tersebut
Pada fase explore aktivitas siswa yang diamati antara lain : membentuk kelompok, berdiskusi melakukan percobaan (motor activities), menjawab pertanyaan (oral activities), dan menuliskan hasil diskusi (writing activities). Aktivitas siswa pada pertemuan pertama hanya mencapai 29,25% hingga pada pertemuan kedelapan mencapai 61,75%. Pada pertemuan pertama dengan materi besaran dan dimensi siswa belum termotivasi untuk aktif dalam kegiatan kelompok. Namun, pada pertemuan kedua dengan materi aturan penulisan angka penting siswa sudah mulai aktif dalam kegiatan kelompok hingga sampai materi kedelapan. Berdasarkan pada tebel 11 aktivitas ini terus meningkat setiap pertemuan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam berdiskusi melakukan praktikum sudah baik. Semua siswa dalam kelompoknya bekerja sama dengan baik sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Pada fase ini siswa juga dituntut untuk dapat menghubungkan konsep yang mereka miliki sebelumnya untuk mendapatkan konsep yang baru melalui praktikum yang mereka lakukan.
Pada fase explain seluruh aktivitas siswa yang diamati adalah mempresentasikan hasil diskusi, memberi tanggapan atau sanggahan, dan menjawab pertanyaan (oral activities). Aktivitas siswa yang muncul pada pertemuan pertama sebesar 3,33%. Aktivitas ini terus meningkat hingga pada pertemuan kelima yaitu, sebesar 19,33%. Namun pada pertemuan keenam dengan materi gerak aktivitas ini mengalami penurunan yaitu sebesar 17,33% hingga pada pertemuan kedelapan mencapai 22,2%. Pada pertemuan kesatu dengan materi besaran dan dimensi dan keenam dengan materi gerak siswa hanya melakukan diskusi kelompok tanpa melakukan percobaan sehingga banyak siswa yang tidak ikut berpartisipasi dalam diskusi kelompok. Siswa hanya memahami materi tersebut melalui buku yang mereka miliki tanpa melihat kejadian yang sebenarnya sehingga proses belajarnya kurang bermakna. Oleh karena itu, walaupun materinya tidak bisa dipraktikumkan paling tidak materi tersebut dapat didemonstrasikan atau dianalogikan dengan hal yang lebih sederhana yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Namun, hal ini dapat menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok kerja mereka sudah baik. Siswa sudah termotivasi untuk belajar memprentasikan hasil kerja kelompok mereka masing-masing dan memberikan tanggapan atau sanggahan apabila mereka tidak jelas.




Pada fase elaborate aktivitas siswa yang diamati pada tabel 11 adalah mengerjakan latihan dan mengerjakan latihan di depan kelas (writing activities). Aktivitas pada fase ini setiap pertemuan terus meningkat yaitu dari 6,25% hingga 27,25%. Siswa sudah bersemangat dan bergairah untuk mengerjakan soal latihan secara mandiri dan mereka sangat antusias untuk mengerjakan hasilnya di depan kelas. Pada fase evaluate aktivitas siswa yang diamati hanya mengerjakan soal-soal evaluasi di akhir pembelajaran seperti yang tertera pada tabel 11. Siswa yang diamati adalah siswa yang benar-benar mengerjakan soal evaluasi ini dengan benar tanpa menyontek. Pada pertemuan pertama aktivitas ini hanya mencapai 25% dan terus meningkat hingga pertemuan kedelapan mencapai 90%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami materi yang dipelajari.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil belajar siswa sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran learning cycle. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata siswa saat pre-test mencapai 35,62 dan saat post-test mencapai 69,05.
2. Model pembelajaran learning cycle berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengukuran dan gerak lurus. Hal ini ditunjukkan dari persentase ketuntasan individual siswa yang tuntas dicapai pada saat post-test sebesar 70% sedangkan yang tidak tuntas sebesar 30%..
3. Model pembelajaran learning cycle dalam pembelajaran fisika dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas X SMA Negeri 4 Palembang. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata persentase aktivitas siswa setiap fase pada setiap pertemuan model pembelajaran learning cycle telah mencapai di atas 50% siswa yang aktif .

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dalam penerapan model pembelajaran learning cycle yang terdiri dari lima fase maka :
1. Fase engagement persentase aktivitas siswa yang dicapai dalam menjawab pertanyaan dan membuat hipotesis sangat kecil maka peneliti menyarankan agar ditingkatkan lagi kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan dan membuat hipotesis dengan melakukan beberapa demonstrasi.
2. Fase explore persentase siswa dalam berdiskusi membahas materi sangat sedikit maka peneliti menyarankan agar membuat siswa aktif lagi dengan membuat beberapa kelompok kecil yang hanya terdiri dari beberapa siswa.
3. Fase explain persentase siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi sangat sedikit maka peneliti menyarankan agar meningkatkan motivasi siswa untuk berani mengkonstruksikan pemahaman mereka sendiri.
4. Fase elaborate persentase siswa yang dicapai dalam mengerjakan latihan di depan kelas sangat kecil maka peneliti menyarankan agar dapat membuat siswa dapat belajar mandiri.
5. Fase evaluate peneliti menyarankan agar dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa sehingga siswa dapat mengerjakan soal-soal evaluasi secara mandiri.

Berdasarkan penjelasan di atas maka menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan perlakuan lain, seperti pengaruh model pembelajaran learning cycle yang terdiri dari tujuh fase terhadap penguasaan konsep siswa .

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Banjarmasin : PT. Rineka Cipta.
Poerwadarminta, WJS. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolahan Pengajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara
Bagus. 2009. ”Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “ 5E “ Berbantuan LKS Terstruktur Untuk Meningkatkan Kemampuan Bernalar Siswa”. http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=10&Itemid=7.html. Diakses tanggal 27 September 2009.

Dini, Wahyunita. 2008. “Studi Penggunaan Learning Cycle-TGT Dalam Pembelajaran” http://karodalnet.blogspot.com/2010/02/studi pengunaan LC-TGT.html. Diakses tanggal 27 September 2009.

Suseno, Bronto. 2007. ”Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Sejarah dengan Menerapkan Pendekatan Pembelajaran Inquiry di Kelas XII Bahasa Semester 1 SMA Negeri 11 Semarang”. Skripsi. Semarang: FIS UNNES.

Taufiq., Wiyono, Ketang. 2009. The Aplication Of Hypothetical Deductive Learning Cycle Model Improve Senior High School Student’ Science Generic Skills On Rigid Body Equilibrium. Proceeding Of The Third International Seminar On Science Education (Challenging Science Education in The Digital Area). Bandung : Indonesia University of Education.

Wash,D.S. 1999. “Daur Belajar (Learning Cycle)Sebagai Pendekatan Alternatif dalam Pembelajaran IPA”. http://www.mbs-sd.org/warta_mbs.php?id=23.html. Diakses pada tanggal 27 September 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar