Minggu, 06 Desember 2009

pasir kuarsa dan serbuk kayu komposit

Pemanfaatan Pasir Kuarsa dan Serbuk Kayu Dalam Pembuatan Komposit Dengan Menggunakan Metode Ball Milling*)
Yeni Mahazuria**)



PENDAHULUAN
Pasir kuarsa banyak sekali terdapat di alam. Namun, karena ukurannya yang masih sangat besar membuat pasir kuarsa tersebut tidak banyak memberikan manfaat bagi semua orang. Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau laut.
Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2 , Fe2O3 , Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O. Komposisi yang paling banyak terdapat pada pasir kuarsa adalah Silika Dioksida ( SiO2 ) sebanyak 99,08 %. Oleh sebab itu, pasir kuarsa sering disebut dengan Silika Dioksida (SiO2). Pasir Kuarsa ( SiO2 ) mempunyai warna putih bening atau sering disebut dengan pasir putih. Selain itu, pasir kuarsa ( SiO2 ) juga mempunyai kekerasan 7 ( skala Mohs ), berat jenis 2,65 kg / m3, titik lebur 17150C, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185, dan konduktivitas panas 120C – 1000C. ( Suhala dan Arifin, 1997 )
Serbuk kayu yang digunakan untuk membuat komposit adalah serbuk yang diperoleh dari hasil gergaji pada kayu yang mengandung unsur karbihidrat sebagai sumber C yang apabila dicampur dengan pasir kuarsa ( SiO2 ) akan menghasilkan silika karbida. Namun, untuk mendapatkan hasil pencampuran yang halus antara pasir kuarsa ( SiO2 ) dan serbuk kayu sebagai sumber C digunakan metode Ball Milling ( Bola Penggilingan ) yang dikaji secara teori.





Pada penulisan makalah ini, pemakalah ingin membuat komposit serta mengetahui kekuatan tekan dari komposit tersebut dengan melakukan uji tekan dari campuran pasir kuarsa ( SiO2 ) dan serbuk kayu dengan metode Ball Milling ( Bola Penggilingan ) yang disertai juga dengan penambahan polimer epoxy resin dan epoxy hardener . Selain itu, pemakalah juga mengkaji teori SEM ( Scanning Electron Microscopy ) untuk melihat struktur morfolagi hasil pencampuran pasir kuarsa dan serbuk kayu baik sebelum dan sesudah diperoses dengan Ball Milling ( Ball Milling ).

II. Metode Ball Milling ( Bola Penggilingan )
Metode ball milling ( bola penggilingan ) adalah suatu proses yang digunakan untuk mereduksi ukuran serbuk dengan menggunakan sebuah wadah silendris. Proses penggilingan dengan Ball Milling adalah serbuk homogen dimasukkan ke dalam toples logam dengan beberapa bola di dalamnya dan bergerak berputar secara terus menerus. Di dalam toples tersebut bola – bola penggilingan ( grinding media ) akan saling bertumbukkan. Akibat dari tumbukkan ini maka serbuk homogen yang dimasukkan ke dalam alat ini akan tertumbuk di antara bola – bola penggilingan ( grinding media ) tersebut. Hal ini mengakibatkan partikel tersebut akan pecah begitu seterusnya hingga ukuran partikel mencapai yang diinginkan Caranya adalah sebuah serbuk homogen dimasukkan ke dalam sebuah alat yang bergerak secara terus-menerus. Di dalam milling tersebut terdapat dua buah bola yang saling bertumbukkan. Akibat tumbukkan bola-bola penggilingan ( grinding media ) ini, maka serbuk homogen yang dimasukkan ke dalam alat akan terjepit di antara dua bola yang mengakibatkan partikel partikel tersebut akan pecah. ( Richerson, 2006 ). Di bawah ini terdapat design gambar komponen-komponen dari Ball Milling.

Gambar 1. Design lengkap Ball Milling dengan mesinnya.( Ihsan, 2006)
Keterangan gambar :
Baut penguat plat
Toples penggilingan yang terbuat dari stainless stell.
Belt yang menghubungkan antara motor dengan besi pemutar toples.
Motor penggerak.
Besi pemutar yang dibalut karet.
Alat penggilingan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu : dua buah plat yang dihubungkan dengan tiga buah baut penguat yang panjangnya 70 cm. Pada plat juga dipasang dua buah besi silinder yang telah dibalut oleh karet sebagai tempat meletakkan toples. Dua buah besi silinder yang digunakan sebagai besi yang berputar ini dihubungkan dengan sebuah motor listrik sebagai penggerak. Keterangan yang lebih rinci seperti pada gambar yang ditunjukkan di bawah ini :
Gambar plat pertama pada Ball Milling.

Gambar 2. plat pertama ball milling. ( Ihsan, 2006 )
Keterangan gambar :
panjang palt 40 cm.
laker yang bisa digeser.
laker tetap yang menempel pada pelat.
tinggi plat 29 cm.
plat L yang dipasang pada plat baja.
kaki-kaki plat yang nantinya akan dibaut pada baja.
lubang – lubang baut penguat.

Plat ini tebuat dari baja dengan ketebalan 1 cm. Pada plat ini dipasang sebauh plat L. Plat L yang dipasang pada plat ini ditempel dengan dua buah baut. Di atas plat L ini dipasang laker yang bisa digeser letaknya menyesuaikan dengan besar kecilnya toples. Pada plat baja yang telah dibentuk seperti gambar di atas juga dipasang laker yang menempel langsung pada plat dan posisinya tidak bisa digeser. Plat baja ini diberi lubang-lubang berdiameter 1,6 cm, lubang-lubang ini merupakan tempat dipasangnya baut-baut penguat.
Gambar plat kedua pada Ball Milling.

Gambar 3. Plat kedua pada ball milling. ( Ihsan, 2006 )

Plat baja kedua ini bentuk dan ukurannya sama dengan plat pertama. Kedua plat di atas merupakan rangka dari mesin ball milling ini, dan merupakan kesetangkupan satu sama lain.


Gambar besi pemutar
Silinder pemutar toples ini menggunakan bahan dari baja dengan ukuran diameter 4 cm, yang di kedua ujungnya dibubut dikecilkan sampai berdiameter 2 cm, bagian inilah yang nantinya akan dipasang pulley dan dihubungkan dengan motor penggerak. Sedangkan bagian yang diameternya 4 cm dan panjangnya 70 cm ini dibungkus dengan selubung karet, hal ini bertujuan agar sewaktu menggiling tidak terjadi slip antara toples dengan besi pemutar, supaya sewaktu menggiling toples tetap pada bagian yang berkaret maka pada kedua sisi besi pemutar diberi pembatas yang berdiameter 6 cm.

Gambar 4. Besi pemutar pada ball milling. (Ihsan,2006 )

Keterangan gambar :
1. Silinder yang berselubung karet dengan panjang 70 cm
2. Pembatas toples dengan diameter 6 cm
3. Diameter 2 cm
4. Plat pembatas

Silinder pemutar ini berfungsi sebagai tempat meletakkan toples penggiling, hanya satu yang bergerak sedangkan silider yang lain hanya sebagai penahan tetapi hanya ikut berputar.
4. Gambar toples Ball Milling
Toples penggiling ini menggunakan bahan stainless steel, berbentuk silinder pejal dengan diameter 11 cm, yang kemudian dibubut dalamnya dengan diameter 9 cm. Tebal toples penggiling ini adalah 1 cm.

Gambar 5. Toples pada ball milling. ( Ihsan, 2006 )


Keterangan gambar :
1. Panjang toples 15 cm
2. Diameter luar toples 11 cm
3. Tebal penutup toples 1 cm
4. Diameter Penutup lubang toples 5,5 cm
5. Tebal toples 1 cm
6. Diameter dalam 9 cm

Pada proses Ball Milling kecepatan putarnya harus mampu membawa bola – bola ( grinding ball ) ke atas dan jatuh ke bawah memumbuk material lain karena gaya gravitasinya. Kecepatan putar yang terlalu cepat akan mengakibatkan terjadinya gaya sentrifugal yang besar sehingga bola – bola pengelindingan ( grinding ball ) akan ikut berputar terus tanpa adanya tumbukkan dengan material, bila terlalu lambat akan menyebabkan grinding ball tidak dapat anik ke atas dan turun ke bawah. Selain kecepatan putarnya beberapa terdapat factor lain yang perlu diperhatikan agar proses ball milling berfungsi dengan sempurna yaitu diameter grinding ball, volume material, dan volume grinding ball di dalam tangki silinder ball milling. Diameter grinding ball yang digunakan kira – kira 30 kali diameter material yang akan direduksi ukurannya. Volume dalam tangki ball milling adalah 25 % dan volume grindingnya 50 %. ( German, 1997 ).
Bola akan bergerak bebas dan tidak terikat satu sama lain serta berukuran jauh lebih besar dan berat daripada bijih logam. Adanya gesekan antara dinding mill dan bola, bola akan terangkat hingga suatu titik dimana gaya gravitasi lebih besar dari gaya friksi dan gaya sentrifugal. Kemudian bola akan jatuh ke bawah dengan gerakan cataract atau cascade yang tergantung pada kecepatan putar tumbling mill atau grinding mill. ( Amelia., Wahjuni., dan Didik., 2000 )
Pada gerakan cataract, kecepatan putar harus diatur sedemikian sehingga bola tidak jatuh pada dinding bawah mill melainkan jatuh pada daerah impak sehingga dinding mill tidak akan cepat aus. Gerakan cascade, ditimbulkan karena putaran mill yang relatif lambat sehingga dinding mill akan mendominasi proses kominusi.Reduksi ukuran terjadi karena gaya abrasi sehingga menghasilkan produk yang lebih halus.


III. Scanning Electron Microscopy ( SEM )
Scanning Electron Microscopy ( SEM ) merupakan pencitraan material dengan mengunakan prinsip mikroskopi. Mirip dengan mikroskop optik, namun alih-alih menggunakan cahaya. SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya. Mikroskop tersebut menggunakan sinar elektron untuk menghasilkan gambar. SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi sehingga sesuatu yang kecil sekali dapat diteliti dengan ukuran perbesaran yang tinggi.

Gambar 6. Skema Desain Scanning Electron Microscopy.( H.E.Exner., ASM, 1999 )

Dari skema desain SEM pada gambar di atas, sinar elektron yang dipancarkan melalui sebuah anoda tungsen yang dipanaskan dan difokuskan menjadi diameter kecil melalui sebuah sistem lensa magnetik. Pengecilan diamter kira – kira 10 nm pada peralatan standar sedangkan pada peralatan resolusi tinggi 1 nm. Tegangan yang digunakan antara 1.000 V sampai 50.000 V. Arus listrik elektron utama yang melalui permukaan kira – kira 10-8 sampai 10-7 A. Arus listrik dapat ditingkatkan dengan menggunakan sumber elektron yang lebih efektif seperti katoda lathanum hexoboride ( LaB6 ). ( H.E. Exner., ASM, 1999 )
Sinar elektron mengamati sampel melalui cara CRT pada TV untuk menghasilkan gambar. Sebuah scanning generator mengalirkan arus pada scanning oil untuk membelokkan sinar. Elektron yang dihasilkan oleh sinar elektron dipancarkan pada permukaan sampel yang akan dikumpulkan dalam sebuah elektron detektor. Arus yang masuk ke detektor masih kecil dari pada arus utama elektro utama sehingga harus dikuatkan dengan direct elctron multification dan conventional elektron amplifier. Amplifield signal mengatur kejernihan sinar di dalam CRT, yang disinkronkan dengan sinar electron di dalam microscop column.
Ketika peralatan SEM digunakan, column harus dalam keadaan vakum. Jika sampel berada dalam ruang tidak vakum sinar elektron tidak dapat dihasilkan karena sinarnya tidak stabil. Gas yang ada di dalam column dapat bereaksi dengan electron source yang menyebabkan terbakar atau elektron di dalam sinar terurai menjadi ion – ion. Untuk menghasilkan keadaan vakum digunakan sebuah diffusion pump atau turbomolecular pump. Penggunaan turbomolecular pump dapat membantu menghilangkan kontaminasi hydrokarbon dari oli pompa. (H.E. Exner., ASM, 1999 )
Pada awal dilakukan uji tekan yang digunakan yaitu pada pasir kuarsa ( SiO2 ) dan serbuk kayu. Untuk mengetahui karakterisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan SEM. Dalam hal ini SEM digunakan untuk melihat bentuk dan ukuran serbuk Si, dan serbuk kayu sebagai sumber C. Di bawah ini terdapat gambar morfologi serbuk Si hasil penumbukkan manual, serbuk kayu dengan ukuran bervariasi antara 100μm - 500μm.

Gambar 7. Contoh foto SEM serbuk kayu. ( Anggono, Tjitro, dan Wijaya, 2007)

Gambar 8. Contoh foto SEM serbuk Si hasil penumbukkan manual. ( Anggono, Tjitro, dan Wijaya, 2007 )

Unsur Si yang diperlukan berasal dari logam Si murni (>99,99%) dalam bentuk bongkahan (Gambar 8 ). Sebelum direduksi ukurannnya dengan ball milling, terlebih dahulu dilakukan reduksi ukuran secara manual dengan dihancurkan dengan palu sehingga diperoleh ukuran 25-100 mesh. Ball milling dilakukan dengan grinding media berupa bola alumina berukuran 5-7 mm, di mana wadah milling berputar terhadap sumbu horisontal dengan kecepatan 96 rpm. Untuk mereduksi ukuran serbuk Si dilakukan pada variasi waktu milling 1 jam dan 8 jam.

Gambar 9 a. Contoh foto SEM serbuk Si hasil ball milling 1 jam. ( Anggono, Tjitro, dan Wijaya, 2007 )



Gambar 9 b. Contoh foto SEM serbuk Si hasil 8 jam. ( Anggono, Tjitro, dan Wijaya, 2007 ).
IV. Polimer Epoxy Resin
Resin yang biasa digunakan dalam pembuatan komposit sering diidentikkan sebagai polimer. Semua polimer menampilkan karakterisasi yang umum yaitu tersusun dari rantai yang sangat panjang yang terbentuk dari unit-unit berulang yang sederhana. Polimer berdasarkan efek suhu terhadap sifatnya bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu termoplastik dan termoset.
Termoplastik, sifatnya mirip logam, meleleh jika dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Proses pengerasan dan pelelehan ini bisa berlangsung berulangulang bergantung kebutuhan kita. Contoh dari termoplastik adalah nilon, polipropilen, dan ABS.
Termoset dibentuk lewat reaksi kimia secara in situ, dimana resin dan hardener atau resin dengan katalis dicampur dalam satu tempat kemudian terjadilah proses pengerasan (polimerisasi). Sekali terjadi pengerasan, termoset ini tidak bisa mencair lagi sekalipun dilakukan pemanasan. Meski demikian, pada temperatur tertentu terjadi perubahan sifat mekanik yang signifikan. Temperatur saat terjadi perubahan signifikan ini dikenal sebagai suhu transisi gelas (Tg). Diatas temperatur gelas tersebut, struktur molekul dari termoset berubah dari polimer kristal yang keras menjadi polimer yang lebih flexibel. Pemilihan epoxy resin sebagai bahan dasar disebabkan kekuatan dan kekakuan epoxy resin relatif lebih besar dibandingkan dengan polimer jenis lainnya.[6]
Epoxy resin didefinisikan sebagai molekul yang mengandung lebih dari satu epoxy group. Epoxy group ini biasa disebut, oxirane atau ethoxyline group, yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar. 10

Gambar 10. Struktur Group Epoxy ( Mikjuddin Abdullah : 2008 )
Resin ini memiliki karakteristik listrik yang bagus, daya penyusut yang rendah, perekat yang bagus untuk banyak bahan logam, dan tahan terhadap kelembaban udara serta tahan terhadap tekanan. Proses pengerasan terjadi jika polimer epoxy resin ini dicampurkan dengan hardenernya. Pengerasan atau polimerisasi terjadi karena pencampuran keduanya membentuk ikat silang (crosslink) yang kuat. Epoxy resin mengeras lebih cepat pada selang temperatur 5-150oC. Namun, hal ini bergantung pula pada jenis hardener yang digunakan.
Hardener mempunyai jenis yang cukup banyak, dan penggunaannya bergantung pada kebutuhan kita. Zat yang biasa dipakai sebagai hardener antara lain amines, polyamides, phenolic resins, anhydrides, isocyanates and polymercaptans. Pemilihan resin dan hardener bergantung pada aplikasi, pemilihan proses, dan sifat material yang diinginkan. Stoikiometri dari epoxy-hardener juga berpengaruh pada material yang dihasilkan.
Jenis amine dan phenolic, merupakan hardener yang paling banyak digunakan untuk epoxy resin. Plastik epoxy resin dapat digunakan sebagai bahan pembuat komponen elektronik, bahan perekat pada metal/ logam, material kontruksi, dan bahan sintetik lainnya. Selain itu, epoxy resin cukup kuat untuk digunakan sebagai paku sumbat dan pengelasan/ penyatuan pada beberapa aplikasi industri.

METODELOGI

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sampel antara lain: pasir kuars ( SiO2 ) yang berukuran nanometer, polimer epoxy resin, epoxy hardener, dan serbuk kayu.. Pasir kuarsa ( SiO2 ) sebagai bahan dasar digilling dengan metode ball milling sehingga berukuran nanopartikel Langkah pertama serbuk kayu dihancurkan kemudian dipanaskan dengan menggunakan oven pemanas pada suhu 1000C selama 1 jam. Kemudian ditempat yang terpisah mensintesis 1 : 1 polimer epoxy dan serbuk kayu lalu campuran diaduk dengan mixer sehingga homogen. Selanjutnya mencampurkan pasir kuarsa ( SiO2 ), dengan langkah kedua sebanyak 1 : 1 : 1 dan mencampur ketiga bahan tersebut dengan mixer hingga homogen. Terakhir, langsung dimasukkan di dalam cetakkan yang mempunyai diameter ( 4,22 cm ). Di bawah ini beberapa sampel material nano komposit yang dihasilkan. ( Ida Sriyanti, 2009 )

Gambar 11a. Sampel campuran nano komposit silika ( SiO2 ), resin dan serbuk kayu.




Gambar 11c. Sampel campuran antara lempox dan serbuk kayu.


Gambar 11d. Sampel campuran nanokomposit silika ( SiO2 ), lempox, dan serbuk kayu

Untuk menentukan besarnya nilai kuat tekan dari komposit yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :





( Sumber : Magdalena, 2008 )

Dimana : P = Beban Maksimum ( Kg )
A = Luas Penampang Uji Tekan ( m2 )
s = Kuat Tekan Sampel ( kg / m2 )

Pengujian kuat tekan campuran komposit pasir kuarsa ( SiO2 ) dan serbuk kayu dilakukan untuk mengetahui mutu kuat tekan satu hasil sample dengan satuan luasan bidang tekan tertentu. Pengujian kuat tekan dilakukan sebagai berikut:
1. Benda uji 3 buah sama sisinya dengan diameter rata – rata 4 cm
2. Lama penekanan beban merata antara 1 sampai 2 menit sampai sampel uji retak.
3. Hasil data yang didapat dianalisis dengan menggunakan persamaan di atas.








Hasil dan Pembahasan

Di bawah ini terdapat tabel hasil pengujian kekuatan tekan komposit yang dihasilkan dengan menggunakanan metode ball milling ( bola penggilingan ) :

No. Resin Silika ( SiO2 ) Lempox Serbuk Kayu Beban Maksimum (P)
1. 8,021 gr 0,082 gr - 8,054 gr 4 ton
2. - 0,082 gr 9 gr 12,043 gr 5 ton
3. - - 3 gr 5 gr 2 ton

Untuk mengetahui kekuatan tekan sampel yang dihasilkan dari data di atas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1).
Diameter komposit ( d )= 4 cm = 0,04 m
Jari – jari komposit ( r ) = 0,02 m
Karena sampel berbentuk lingkaran, maka luas penampang uji tekan ( A ) menggunakan rumus luas lingkaran, sehingga :
A = pr2
= 3,14 ( 0,02 )2
= 0,001256 m2

Sampel komposit no. 1 dengan beban maksimum (P) yang dihasilkan 4 ton = 4000 kg









Sampel komposit no.2 dengan beban maksimum(P) yang dihasilkan 5 ton= 5000 kg



Sampel komposit no.3 dengan beban maksimum (P) yang dihasilkan 2 ton = 2000 kg






Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan bahwa sample komposit 1 dan 2 hasil pencampuran antara silika sebanyak 0,082 gr, lempox sebanyak 9 gr,resin sebanyak 8,021 gr dan serbuk kayu sebanyak 12,043 gr memiliki kekuatan tekan yang paling tinggi yaitu berkisar 3980891,71 kg/m2. Sedangkan pada sample komposit 3 memiliki kuat tekan paling rendah karena tidak adanya penambahan nanopartikel silika. Peningkatan kekuatan mekanik material pada sampel 1 dan 2 terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin.
Sebelumnya pasir kuarsa ( SiO2 ) masih dalam ukuran yang sangat besar sehingga daya ikat untuk berikatan dengan komponen lain sangat kecil. Akan tetapi, apabila pasir kuarsa ( SiO2 ) diubah ukurannya dalam bentuk nanopartikel dengan menggunakan metode Ball Milling ( Bola Penggilingan )maka dapat dibuat sifat – sifat baru dari komposit tersebut



Gambar 12. (a) polimer tanpa penambahan nanopartikel SiO2, (b) polimer dengan penambahan nanopartikel SiO2. ( Mikrajuddin Abdullah, 2008 )
Peningkatan kekuatan mekanik material ini, terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin. Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer (Gbr 12). Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang bisa dicapai adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Semakin banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan dari material nanokomposit juga bertambah. Uji tekan pada material nanokomposit berfungsi untuk melihat perubahan kekuatan yang timbul akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada polimer. Semakin banyak penambahan SiO2 pada polimer, kekuatannya juga ikut bertambah.

KESIMPULAN

Material nanokomposit dapat dibuat dengan menggunakan metode Ball Milling ( Bola Penggilingan ) yang terdiri dari nanopartikel silika dioksida( SiO2 ), serbuk kayu, dan polimer epoxy resin. Diperoleh kekuatan tekan material sebesar 3980891,71 kg/m2, dengan memanfaatkan nanopartikel silika dioksida ( SiO2 ). Metode ini sangat berguna karena dapat menghasilkan nanopartikel dalam jumlah besar pada selang waktu yang pendek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar